
Layaknya sebuah melodrama dihiasi tangis tersedu sedu oleh para pemerannya saja. Cukup lucu dan kaku untuk dilihat. 9 November 2013, tepat pukul sore hari. Aku menerima pesan singkat yang cukup menggiurkan dan membuatku terpana. Ia mengungkapkan jika ia mengulangi hal itu lagi. Awalnya aku memang tidak bisa menerima itu semua, aku sudah berkomitmen untuk tidak bisa menerima hal itu lagi. Tapi sifatnya malah membujur kaku kepadaku, api mulai berkobar didalam raganya.
Aku tahu, aku tidak mungkin semakin membakarnya dengan bensin.

Aku harus mengalah dengan caraku, aku harus menyiramnya dengan tetesan air. Aku mungkin yang harus menerima apiku yang aku peluk dengan tetesan air, yang nanti akan kubasuh dengan kasih sayang airku, yang akan ku kecup dengan belaian airku, yang akan ku genggam denang kemurnian cinta yang tumbuh seiring berjalannnya waktu. Aku yakin aku bisa menjaganya, aku bisa membuatnya berubah meskipun hanya pelan pelan. Tapi aku ragu. Ragu jika tidak bisa membuatmu lengah, ragu jika tidak bisa membalas dan mengerti yang telah aku berikan, ragu jika apimu berkobar lagi dan mencengkeramku secara erat dan membuat airku teriris dan berhenti menetes. Aku takut ketika airku tak mau keluar lagi karena ia marah. Marah akan sikapmu yang terlalu kasar. Aku takut airku memberontak dan tidak bisa lagi menerima keadaanmu.

Aku bingung harus sepertin apa memperlakukan kamu sebagai orang yang sesungguhnya dapat meneduhkan hati, melingungi batinku, dan menjaga jiwaku. Tapi aku harus tetap mengerti anganmu, aku tidak akan pernah membeci sikap dan caramu memerlakukan dirimu sendiri. Karena daun yang jatuh tak akan membenci angin. Aku tak akan membenci karena kamu membuatku jatuh cinta, aku tak akan pernah membenci karena kamu memtikku ku dari persinggahanku, aku tak akan membenci karena kamu bergerak terlalu cepat Aku tak akan pernah dan tak akan pernah bisa membencimu. Meskipun pada akhirnya kau yang akan menghujamku dengan semuanya.
0 komentar:
Posting Komentar